tribundesanews.com Mesuji Beberapa hari ini diheboh berita yang merusak masa depan anak bangsa Indonesia dua anak generasi muda penerus Kabupaten Mesuji Lampung diberitakan tanpa belas kasihan oleh salah satu media.
Menurut informasi yang kami kumpukan bahwa kejadian tersebut di tahun 2021 sekitar bulan Juni, keterangan anak mereka sudah Damai ditempat bahkan Kasih uang, buat surat perjanjian yang isinya tidak menyebarluaskan.
Doni Fahriza S. H berita Anak SMK 1 Simpang Pematang Harus Menjadi Atensi Serius Oleh Pemerintah Atau Aparat Penegak Hukum (APH) Seperti Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Selain dua berita itu, ia mencontohkan sejumlah berita lainnya yang dinilai doni melanggar Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).
Doni mengatakan bahwa pasal 19 ayat 1 undang-undang tentang SPPA mengandung ketentuan bahwa identitas anak sebagai pelaku, korban, serta saksi wajib dirahasiakan
Dalam ayat 2, identitas anak yang dimaksud diperjelas menjadi nama anak pelaku, korban serta saksi, nama orang tua, alamat rumah, wajah, dan hal-hal lainnya yang mengungkapkan jati diri anak pelaku, korban, maupun saksi. Pelanggar UU ini bisa dipenjara paling lama 5 tahun dan didenda maksimal Rp500 juta.
Doni Alumni Hukum Universitas Bandar Lampung (UBL)menilai berita yang tidak sesuai aturan memberikan dampak pada anak baik sebagai pelaku, saksi, atau korban serta merusak nama baik Kabupaten Mesuji serta keluarga besar Kedua belah Pihak bahkan mencoreng dunia pendidikan, sedangkan mereka belum waktunya untuk dijadikan topik-topik berita karena anak di bawah umur masih pendidikan.
Bagi anak pelaku, ia menerima stigma negatif yang disandang seumur hidup sebab berita tentangnya dapat diakses oleh siapapun di media daring dan Youtube.
Karena identitasnya sudah dikenali, pelaku anak pun berpotensi ditolak oleh lingkungan tempat tinggal dan sekolah, sulit mengembangkan diri, apalagi mendapatkan pekerjaan,
Sementara itu, anak korban beserta keluarga merasa tertekan dan malu. Mereka juga berpotensi mendapat ancaman dan intimidasi dari pihak pelaku yang bisa membahayakan keselamatan.
“Beberapa kasus pelecehan seksual bahkan korban terusir dari kampungnya karena masyarakat menganggap pelaku adalah orang yang dihormati,” kata Doni
Gejolak Hukum Anak dalam Berita
Sejumlah aturan telah dibuat agar produk jurnalistik melindungi anak yang terlibat masalah hukum.
Doni Fahriza SH. Ketua Umum Ikatan Jurnalis Kabupaten Mesuji mengatakan berpegang teguh pada empat pedoman. Empat peraturan tersebut antara lain Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, dan Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS).
Dibandingkan Kode Etik Jurnalistik, Pedoman Perilaku Penyiaran (P3) dan Standar Program Siaran (SPS) memuat ketentuan detail soal peliputan anak.
“Pertama, pers dilarang menayangkan wajah, identitas, dan keluarga korban. Kedua, [jangan melakukan] tayangan rekonstruksi baik oleh polisi maupun secara grafis, ini berbahaya,” katanya.
Selain itu, aturan lainnya yang tercantum adalah hindari melakukan wawancara anak (baik korban maupun teman serta keluarga), kekerasan verbal saat menyunting wawancara, siaran langsung dalam kondisi tidak terkontrol, dan penggunaan materi tayang CCTV secara detail.
Saat mengumpulkan informasi, jurnalis juga diminta agar tidak mewawancarai tersangka dan polisi yang menerangkan modus terlalu rinci.
Menurut Doni prinsip-prinsip dasar jurnalisme yang sebagian besar tertuang dalam kode etik jurnalistik cukup memenuhi peran sebagai pedoman dalam melakukan peliputan.
Tapi, prinsip-prinsip tersebut tidak memadai untuk peliputan yang lebih spesifik termasuk tentang anak.
Mereka mengatakan bahwa ketika jurnalis meliput isu anak maka ia perlu memiliki perspektif terkait persoalan anak.
Sudut pandang ini dianggap penting sebab anak belum mampu mengenali permasalahan seperti orang dewasa.
Anak dianggap belum sanggup membuat keputusan untuk diri sendiri sehingga kesalahan yang terjadi tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya seorang.
Di sisi lain, anak merupakan generasi yang akan hidup di masa depan. Oleh karena itu, persoalan yang menimpa anak, termasuk berita yang melanggar kode etik dan aturan lain, sudah sepatutnya menjadi perhatian wartawan Kata Doni Fahriza S. H.
Dilansir isi beritanyaMesuji, kejarFakta.co – Sepasang pelajar di Mesuji Lampung diduga di gerbek warga saat mesum di rumah kayu yang berada di seputaran Islamik Center Kabupaten setempat.
Hal itu mencuat, setelah beredarnya video di beberapa kalangan wartawan atas kejadian penggerbekan oleh beberapa warga yang diduga merasa terusik akibat adanya ulah sepasang sejoli ini.
Dari info yang di dapati, diketahui siswa laki-laki benisial (KR) merupakan siswa didik di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 1 Simpang Pematang dan pasangan siswinya berinisial (AR) merupakan salah satu pelajar di SMA N 1 Simpang Pematang Mesuji Lampung.
Ironisnya, saat di pintai tanggapan, pada Selasa kemarin (05/03) Kepala SMK N 1 Mesuji Nurul Huda, bukannya memberikan tanggapan positif dan mendidik malah justru terkesan memberikan jawaban yang tak semestinya di ucapkan oleh seorang pendidik atas kejadian memalukan tersebut.
“Wajar-wajar saja, namanya juga laki-laki, itu hal biasa,” ucap Nurul nyeleneh.
Disinggung mengenai sangsi, Nurul beralasan akan mengkaji dan menyesuaikan dengan tata tertib sekolah.
“Bukan menutupi, kalau sekarang anaknya belum bisa saya panggil karena kami masih ada kegiatan, saya atur jadwalnya dulu dan harus sesuai dengan prosedur. Melalui wali kelas dan tim kami akan menindak lanjutinya setelah itu akan saya sampaikan kepada kawan-kawan mengenai hak jawab kami melalui bagian humas di sekolah ini,” kata Nurul.
Sementara, kepala SMA N 1 Simpang Pematang melalui Waka Kesiswaan, Agustin Ilyas mengatakan, dirinya belum bisa memastikan jika (AR) merupakan salah satu siswi di SMA N 1 Simpang Pematang dan akan melakukan kordinasi dengan kepala sekolah terlebih dahulu.
“Berhubung saat ini kepala sekolahnya sedang ada rapat dan tidak berada di tempat, oleh karena itu saya mohon kawan media bersabar dulu, karena terus terang saya tidak berani mengambil langkah tanpa kordinasi dengan kepala sekolah dan yang lainnya, mengenai siswi tersebut kalau tidak salah setelah melihat fotonya itu sepertinya siswi kelas 12 yang baru saja lulus, tapi untuk pastinya saya belum bisa mengatakan apakah siswi kami atau bukan,” kata Ilyas.
Hingga saat ini belum di ketahui persis kapan waktu kejadian penggerbekan kedua pelajar ini. (RB).