Mesuji
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Maung Mesuji mengkritik lambannya proses penyidikan dugaan korupsi dalam realisasi Program Bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) di Kabupaten Mesuji, Lampung. Laporan awal dugaan penyimpangan ini diajukan oleh Ormas Pospera ke Mapolres Mesuji pada 2024, namun hingga April 2025 belum ada kejelasan.
Eko Hariyanto, Ketua LSM Maung, mengungkapkan bahwa penyidik Polres Mesuji kerap beralasan proses harus “hati-hati” karena melibatkan seorang komisioner Bawaslu Mesuji berinisial DN . “Alasannya, mereka tidak ingin mengganggu tahapan Pilkada 2024,” ujar Eko, merujuk pada konfirmasi dengan penyidik pada Agustus 2024. Saat itu, hanya 3 saksi yang diperiksa.
Kasus ini bermula di era kepemimpinan Kasat Reskrim Polres Mesuji AKP Sigit Barazili, S.T., M.H. , namun mandek setelah rotasi jabatan ke Iptu Rosali, S.H., M.H. Masyarakat mulai kehilangan kepercayaan akibat tidak transparannya perkembangan penyidikan.
Dugaan Monopoli dan Penyimpangan Anggaran
Program RTLH (d/h Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya/BSPS) dari Kementerian PUPR tahun 2022-2023 di Lampung bernilai puluhan miliar rupiah untuk ribuan unit rumah. Namun di Mesuji, program ini diduga dikendalikan oleh DN* dan oknum rekanan fasilitator.
Pemotongan Dana Penerima bantuan di Desa Simpang Mesuji hanya mendapat Rp25 juta dari total anggaran Rp45 juta per unit.
Salah satu rumah bantuan di lokasi tersebut dijual seharga Rp450 juta, padahal seharusnya tidak boleh dialihkan.
Banyak rumah dibangun di lahan tidak layak atau tanpa izin, seperti di wilayah rawa yang rawan banjir.
LSM Maung mendesak Kasat Reskrim Polres Mesuji untuk segera mengusut tuntas laporan ini. “Publik berhak tahu apakah ada permainan politik atau intervensi yang menghambat hukum,” tegas Eko.
Hingga berita ini diturunkan, DN belum memberikan klarifikasi. Sementara itu, Polres Mesuji melalui Kabag Ops mengaku masih mengumpulkan bukti. “Kami bekerja sesuai prosedur dan tidak terpengaruh kepentingan politik,” kata pernyataan tertulis mereka.