Labuhan Mulya, Mesuji – Di tengah upaya pemerintah untuk memberikan kepastian hukum atas hak kepemilikan tanah bagi masyarakat pedesaan, sebuah isu krusial kembali mencuat di Desa Labuhan Mulya, kecamatan way Serdang Kabupaten Mesuji. Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Grib Jaya Mesuji, Apri Susanto, S.H., M.H., secara tegas mendesak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Mesuji agar segera menangani dan menyelesaikan puluhan sertifikat tanah yang masih menggantung sejak tahun 2019. Masalah ini melibatkan sekitar 40 warga setempat, di mana sertifikat mereka dari program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), yang juga dikenal sebagai Prona, belum kunjung terbit atau justru dikembalikan ke BPN akibat berbagai kesalahan teknis seperti pengukuran yang tidak akurat dan ketidaksesuaian data.
Program PTSL ini, yang digulirkan oleh pemerintah pusat sejak beberapa tahun terakhir, bertujuan mulia untuk mendaftarkan tanah secara lengkap dan sistematis guna melindungi hak-hak masyarakat atas lahan mereka. Di Desa Labuhan Mulya, pelaksanaannya dimulai pada tahun 2019, tepat di bawah kepemimpinan Kepala Desa saat itu, Bapak Sujito. Namun, apa yang seharusnya menjadi langkah maju justru berujung pada kendala serius yang kini menjerat puluhan keluarga. Menurut Sugiono, salah seorang warga yang terdampak dari 40 nama tersebut, proses ini telah berlangsung lama tanpa penyelesaian yang memadai, meninggalkan ketidakpastian yang meresahkan bagi kehidupan sehari-hari mereka.Dalam pernyataannya yang disampaikan secara resmi, Sugiono menguraikan secara rinci kronologi dan akar permasalahan. “Sampai saat ini, masih ada beberapa data nama yang belum muncul atau belum jadi sertifikatnya, dikarenakan kesalahan dalam pengukuran, letak bidang yang tidak sesuai, dan kesalahan luas tanah,” ujarnya dengan nada prihatin. Ia menekankan bahwa akibat persoalan teknis ini, sekitar 40 nama warga telah dikembalikan ke BPN Kabupaten Mesuji. Situasi ini tidak hanya menimbulkan kebingungan administratif, tetapi juga menciptakan ketidakjelasan status kepemilikan tanah yang berdampak langsung pada puluhan keluarga di desa tersebut. Bagi masyarakat LabuHan mulya, ketidakpastian ini berarti ancaman potensial terhadap warisan keluarga dan kestabilan ekonomi.
Di sisi lain, DPC Grib Jaya Mesuji, di bawah kepemimpinan Apri Susanto, S.H., M.H., muncul sebagai garda terdepan dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat. Organisasi ini, yang dikenal aktif dalam isu-isu sosial dan advokasi di tingkat kabupaten, telah mengambil inisiatif konkret dengan mengirimkan surat resmi kepada BPN Kabupaten Mesuji. Surat tersebut tidak hanya menyampaikan desakan untuk penindaklanjutan segera, tetapi juga dilengkapi dengan data lengkap berupa daftar nama-nama warga yang sertifikatnya bermasalah atau belum terbit. Hal ini dimaksudkan sebagai bahan rujukan yang jelas, agar proses perbaikan bisa dilakukan dengan lebih efisien dan transparan.
Program Prona/PTSL pada dasarnya dirancang untuk menyederhanakan birokrasi pertanahan, memastikan bahwa setiap bidang tanah terdaftar secara resmi di bawah nama pemilik yang sah. Namun, di Labuhan Mulya, eksekusi lapangan tampaknya kurang teliti. Kesalahan pengukuran, misalnya, bisa berasal dari ketidakakuratan alat ukur atau kurangnya koordinasi antara tim lapangan dan data administratif. Letak bidang yang tidak sesuai mungkin disebabkan oleh perubahan batas alami tanah akibat faktor lingkungan, sementara kesalahan luas tanah sering kali muncul dari ketidaksinkronan antara catatan desa dan survei aktual. Akibatnya, meskipun program ini dimulai dengan niat baik pada 2019, kini justru meninggalkan warisan masalah yang berlarut-larut, hampir enam tahun kemudian.
Semuanya bermula pada tahun 2019, saat program PTSL dilaksanakan di bawah arahan Kepala Desa Sujito. Sejak itu, proses terhenti di tengah jalan, dan hingga kini—di pertengahan 2025—masih belum ada kemajuan signifikan. Warga seperti Sugiono telah berulang kali menyuarakan keluhan, tetapi tanpa respons yang memadai dari pihak berwenang. Desakan terbaru dari DPC Grib Jaya Mesuji melalui surat resmi ini diharapkan menjadi titik balik, mendorong BPN untuk bertindak cepat sebelum masalah ini semakin rumit.
Surat desakan dari DPC Grib Jaya ditujukan langsung ke BPN Kabupaten Mesuji, yang bertanggung jawab atas pengelolaan pertanahan di tingkat lokal. Pihak desa sendiri telah berkontribusi dengan menyediakan data pendukung, menunjukkan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah desa untuk mencari solusi.
Bagi warga Labuhan Mulya, sertifikat tanah bukan sekadar dokumen kertas; ia adalah jaminan hak atas , akses ke pinjaman bank untuk usaha pertanian, dan perlindungan dari sengketa lahan. Ketidakjelasan status ini telah menyebabkan keresahan berkepanjangan, di mana keluarga-keluarga merasa rentan terhadap klaim pihak lain atau bahkan kehilangan lahan secara tidak adil. Apri Susanto, sebagai ketua DPC Grib Jaya Mesuji, menekankan bahwa surat resmi ini diharapkan menjadi dasar bagi BPN untuk mengambil langkah konkret. “Penyelesaian masalah ini sangat dinantikan oleh masyarakat yang telah lama menanti sertifikat tanah mereka,” ujar Apri, mewakili keluhan kolektif warga. Tanpa intervensi segera, kepercayaan masyarakat terhadap program pemerintah bisa terkikis, dan isu serupa mungkin merebak ke desa-desa lain di Mesuji.
DPC Grib Jaya Mesuji telah melakukan langkah awal dengan surat resmi yang dilampiri data rinci, yang kini menanti respons dari BPN. Idealnya, BPN akan melakukan verifikasi ulang terhadap data yang bermasalah, termasuk pengukuran lapangan baru untuk memperbaiki kesalahan teknis. Koordinasi antara BPN, pemerintah desa, dan warga diperlukan untuk memastikan transparansi, mungkin melalui musyawarah desa atau tim khusus. Apri Susanto berharap inisiatif ini tidak hanya menyelesaikan kasus 40 warga tersebut, tetapi juga menjadi preseden bagi penanganan program PTSL di masa depan, sehingga kepastian hukum benar-benar terwujud bagi seluruh masyarakat Mesuji.Isu ini mencerminkan tantangan lebih luas dalam implementasi kebijakan pertanahan di daerah pedesaan Indonesia, di mana birokrasi dan teknis sering kali menghambat manfaat yang seharusnya dirasakan rakyat. Masyarakat Labuhan Mulya kini menanti komitmen nyata dari BPN untuk mengakhiri penantian panjang ini.

